I. PENGETAHUAN DASAR DRAMA dan TEATER
1.1 Konsep Drama
Istilah "drama" berasal dari bahasa Yunani "draomai" yang
berarti “menirukan”, selanjutnya dalam pengertian umum diartikan “berbuat,
berlaku, bertindak, atau beraksi”. Drama berarti perbuatan, tindakan atau
action. Dalam kehidupan sekarang, drama mengandung arti yang lebih luas
ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra, ataukah drama itu
sebagai cabang kesenian yang mandiri. Drama naskah merupakan salah satu genre
sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama pentas adalah jenis
kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian
seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni
rias, dan sebagainya. Jika kita membicarakan drama pentas sebagai kesenian
mandiri, maka ingatan kita dapat kita layangkan pada wayang, ketoprak, ludruk,
lenong, dan film.
Adapun beberapa pendapat para ahli tentang pengertian drama
dibagi menjadi enam pengertian: (1) drama adalah kualitas komunikasi, situasi,
action, (segala apa saja yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan
perhatian, kehebatan (exiting), dan ketegangan pada pendengar/penonton.
(2) drama adalah "hidup yang dilukiskan dengan gerak" (life
presented in action). Jika buku roman menggerakkan fantasi kita, maka dalam
drama kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung di muka kita
sendiri. (3) drama adalah konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok
drama. (4) drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action. (5) drama
adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak, dan (6) drama
adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada
pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience).
Berdasarkan pengertian tersebut tampaknya terdapat empat hal
yang perlu diperhatikan, yaitu komposisi, potret kehidupan, lakuan, dan dialog.
Komposisi yang tersusun secara rapi dan bertujuan untuk dipentaskan dapat
dikatakan naskah drama sebagai karya sastra. Naskah drama pada umumnya sudah
memiliki unsur-unsur yang secara exist ada dalam sastra dan dapat pula
dikatakan sebagai karya sastra. Yang dimaksud komposisi adalah suatu susunan
karangan yang sudah mapan (Ahmadi). Dengan demikian, karangan ini sudah dapat
dinikmati sesuai keadaannya. Sedang yang dimaksud dengan potret kehidupan
adalah kehidupan faktual yang diangkat dalam karya sastra dan dapat
dikembalikan ke dalam kehidupan itu sendiri.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa drama adalah suatu karya sastra
yang bertujuan menggambarkan kehidupan manusia melalui dialog dan lakuan. Tanpa
kedua unsur terakhir, yaitu dialog dan lakuan, tampaknya drama belum dapat
dikatakan sebagai drama. Bisa jadi, ia hanya merupakan karya sastra yang hanya
sekadar dibaca. Dengan kata lain, drama baru dapat dikatakan drama apabila ia
tersusun dalam komposisi yang bagus dan baku, terdiri atas dialog-dialog yang
menggambarkan karakter masing-masing tokoh, dan lakuan-lakuan yang menyertai
dialog sebagai pengejawantahan karakter dalam drama itu sendiri dan
menggambarkan kehidupan manusia secara mikro dan makro.
1.2 Konsep Teater
Pada masa Yunani kuno manusia saat itu mempunyai kepercayaan kepada dewa-dewa.
Diantara dewa-dewa itu menurut kepercayaannya, dewa utama yang paling ditakuti
adalah dewa Zeus, yang menurut keyakinan mereka mempunyai dua orang putera,
yaitu dewa Dyonesos dan dewa Apollo. Sifat kedua dewa bersaudara itu jauh
berbeda, dewa Dyonesos dikenal sebagai dewa penghancur, karena itu amat
ditakuti. Sebab bila dewa Dyonesos murka, maka terjadilah bemacam-macam bencana
seperti kemarau yang panjang, wabah penyakit menular, kematian dimana-mana, dan
sebagainya. Sebaliknya dewa Apollo inilah yang memberikan kesuburan, kemakmuran
dalam bentuk musim hujan dan panen yang melimpah. Bila tanaman subur,
hewan-hewan gemuk, manusia sehat, makmur dan hidup tenteram, maka ini merupakan
tanda bahwa dewa Apollo sedang singgah di dunia.
Untuk kedua dewa tersebut, rakyat Yunani amat memuliakannya dengan tata cara
persembahan yang berbeda. Dalam waktu-waktu tertentu rakyat mengadakan pesta
ria di suatu tempat yang telah ditentukan. Mereka yang tidak datang dianggap
berdosa dan akan menerima kutukan. Karena itu pada pesta itu, rakyat dari
berbagai penjuru daerah datang beramai-ramai ke suatu tempat pesta. pesta ria
ini diadakan di tanah lapang luas, biasanya diapit oleh gundukan-gundukan tanah
atau dikelilingi oleh gundukan tanah. Pesta ini memakan waktu cukup lama sampai
berminggu-minggu, sehingga mereka membawa perbekalan dari rumahnya masing-masing.
Tempat pesta tersebut dapat menampung orang dalam jumlah yamg banyak sekali,
dan berbentuk arena. Di tengah-tengah arena tersebut terdapat "pusat
persembahan" yang disebut "teatron".
Teatron ini berupa podium tanah yang dibentuk semacam ruangan. Di sinilah
orang-orang berkumpul mempersembahkan "sesajen" (persembahan) untuk
para dewa. Agar doa dan sesaji (persembahan) mereka diterima oleh dewa, maka
orang-orang menari-nari di sekeliling persembahan tersebut. Tari-tarian untuk
dewa Apollo dilakukan secara meriah. Orang-orang menirukan gerak-gerik
binatang. Ada yang berselubung kulit domba sekaligus menirukan gerakan domba,
ada yang berselubung kulit harimau sekaligus menirukan gerakan harimau, dan
sebagainya. Baik para penonton maupun para penari diperbolehkan saling mengejek
sesuka hati, sehingga suasana betul-betul meriah dan gembira. Suasana demikian
disebut "co-mos", yang berarti "gembira". Bertolak dari
kisah tersebut, maka segala bentuk cerita yang bersifat gembira atau pertunjukan
yang bersifat humor disebut "comedy" (komedi). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Dewa Apollo-lah yang melahirkan cerita "komedi".
Berbeda halnya dengan kisah persembahan kepada dewa Dyonesos. Persembahan
kepada dewa Dyonesos ini dilakukan dengan penyembelihan seekor domba jantan,
yang oleh orang Yunani disebut "tragos". Didasarkan pada waktu
pelaksanaannya, persembahan ini (tragos) biasanya dilaksanakan pada musim
rontok atau musim gugur. Menurut anggapan orang Yunani kuno, pada musim inilah
dewa Dyonesos sedang murka, karena itu mereka perlu mengadakan persembahan,
upacara doa dengan tari-tarian, dengan menghilangkan (tanpa) acara
ejek-mengejek. Semua jenis tari-tarian tersebut menggambarkan "suasana
berkabung", kemudian dilangsungkan upacara penyembelihan " tragos
" tersebut. Ratap-tangis dan teriakan tragos itu disebut
"tragedia". Tujuan dari persembahan tragos itu, agar musim rontok dan
segala bencana segera berakhir. Kesedihan seluruh rakyat digambarkan melalui
teriakan tragos waktu disembelih, sedih dan mengerikan.
Dari kisah persembahan itulah, lahirlah istilah "tragedia", yaitu
kisah-kisah yang bersifat menyedihkan. Dan perlu juga diketahui bahwa dalam
upacara persembahan tragos untuk dewa Dyonesos ini, para penari
mencorang-coreng wajahnya serta diiringi dengan iringan musik yang sesuai
dengan suasananya. Tradisi mencorang-coreng wajah ini akhirnya berkembang, dan
kemudian kita kenal dengan istilah "make up" (tata rias).
Dalam perkembangan selanjutnya, bangsa yang berkuasa ialah bangsa Romawi, pada
jaman Romawi, tradisi tersebut diadakan perubahan-perubahan. Bentuk arena
persembahan diubah menjadi "gelanggang pertunjukan". Fungsi
gelanggang arena tidak berfungsi untuk persembahan kepada para dewa, melainkan
digunakan untuk "arena/gelanggang pertarungan". Yang dipertarungkan
atau diadu ialah tawanan perang dengan singa atau binatang buas yang lain.
Tempat penonton yang disusun bertingkat itu dapat memberikan kesempatan kepada
para penonton untuk menyaksikan jalannya pertarungan dengan jelas.
Bentuk-bentuk "teatron" (pusat gelanggang atau pusat arena) itu
kemudian mengalami perkembangan, misalnya dari bentuk arena lingkaran berubah
menjadi segi empat, menjadi setengah lingkaran, dan sebagainya. Menurut
Harymawan dalam bukunya Dramaturgi, menurut etimologisnya, teater adalah gedung
pertunjukan (auditorium). Dalam arti luas teater adalah segala tontonan yang
dipertunjukkan di depan orang banyak. Misalnya, wayang orang, ketoprak, ludruk,
srandul, membai, randai, mayong, arja, rangda, reog, lenong, topeng, dagelan, sulapan,
akrobatik, dan sebagainya.
Dalam arti sempit teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media,
percakapan, gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor (layar dan sebagainya),
didasarkan pada naskah yang tertulis (hasil seni sastra) dengan atau tanpa
musik, nyanyian atau tarian.
Pertunjukan drama disebut juga sandiwara. Kata sandiwara itu dibuat oleh P.K.G.
Mangkunegara VII almarhum sebagai pengganti kata toneel, yang pada hayatnya
sudah mulai mendapat perhatian di kalangan kaum terpelajar. Tetapi, pada waktu
itu di lingkungan kaum terpelajar itu yang dipergunakan masih bahasa Belanda.
Kata baru "sandiwara" dibentuk dari kata "sandi" dan
"wara", sandi (Jawa sekarang) berarti rahasia, dan wara (warah Jawa)
adalah pengajaran. Demikian menurut Ki Hadjar Dewantara, sandiwara adalah
pengajaran yang dilakukan dengan perlambang.
1.3 Manfaat Drama/Teater
Banyak hal yang dapat kita raih dalam bermain drama, baik fisik maupun psikis.
Pembicaraan ini tidak akan memisahkan secara rinci antara bermain drama dan
teater, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Di bawah ini akan
diuraikan manfaat bermain drama atau teater.
a. Meningkatkan pemahaman
Meningkatkan pemahaman kita terhadap fenomena dan kejadian-kejadian yang sering
kita saksikan dan kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyadari bahwa
memahami orang lain merupakan pekerjaan yang paling sulit dan membutuhkan
waktu. Untuk itu drama/teater merupakan salah satu cara untuk memecahkannya.
Dengan bermain drama atau berteater kita selalu berkumpul dengan orang-orang
yang sama sekali berbeda dengan diri kita. Dari segi individual differences
inilah kita dituntut untuk memahami orang lain. Pemahaman kita kepada orang lain
tidak hanya dilihat dari orangnya, melainkan keseluruhan orang tersebut.
Meliputi sifat, watak, cara berbicara, cara bertindak (tingkah laku), cara
merespon suatu masalah, merupakan keadaan yang harus kita pahami dari orang
tersebut.
b. Mempertajam kepekaan emosi
Drama melatih kita untuk menahan rasa, melatih kepekaan rasa, menumbuhkan
kepekaan, dan mempertajam emosi kita. Rasa kadang kala tidak perlu dirasakan,
karena sudah ada dalam diri kita. Perlu diingat bahwa rasa, sebagai sesuatu
yang khas, perlu dipupuk agar semakin tajam. Apa yang ada dihadapan kita perlu
adanya rasa. Kalau tidak, maka segala sesuatu yang ada akan kita anggap wajar
saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Kita semakin peka terhadap sesuatu
tentu saja melalui latihan yang lebih. Rasa indah, seimbang, tidak cocok, tidak
asyik, tidak mesra adalah bagian dari emosi. Oleh karena itu, perasaan perlu
ditingkatkan untuk mencapai kepuasan batin.
Drama menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka
suara atau musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari
rasa. Semakin kita perasa semakin halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu
yang kita hadapi.
c. Pengembangan ujar
Naskah drama sebagai genre sastra, hampir seluruhnya berisi cakapan. Cakapan
secara tepat, intonasi, maka ujar kita semakin jelas dan mudah dipahami oleh
lawan bicara. Kejelasan tersebut dapat membantu pendengar untuk mencerna makna
yang ada. Harus ada kata yang ditekankan supaya memudahkan pemaknaan. Dimana
kita memberi koma (,) dan titik (.). hampir keseluruhan konjungsi harus
diperhatikan selam kita berlatih membaca dalam bermain drama. Suara yang tidak
jelas dapat berpengaruh pada pendengar dan lebih-lebih pemaknaan pendengar atau
penonton. Di sini perlu adanya kekuatan vokal dan warna vokal yang
berbeda dalam setiap situasi. Tidak semua situasi memerlukan vokal yang sama.
Tidak semua kalimat harus ditekan melainkan pasti ada yang dipentingkan. Drama
memberi semua kemungkinan ini. Sebagai salah satu karya sastra yang harus
dipentaskan dan berisi lakuan serta ucapan.
d. Apresiasi dramatik
Apresiasi dramatik dikatakan sebagai pemahaman drama. Realisasi pemahaman ini
adalah dengan pernyataan baik dan tidak baik. Kita bisa memberi pernyataan
tersebut jika kita tidak pernah mengenal drama. Semakin sering kita menonton
pementasan drama semakin luas pula pemahaman kita terhadap drama atau teater.
Karena itulah, kita dituntut untuk lebih meningkatkan kecintaan kita terhadap
drama. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh wawasan dramatik yang lebih
baik.
e. Pembentukan Postur Tubuh
Postur berkaitan erat dengan latihan bermain drama, latihan ini dibagi menjadi
dua golongan besar, yaitu dasar dan lanjut. Yang termasuk latihan dasar ini
adalah latihan vokal dan latihan olah tubuh. Yang terkait dengan postur adalah
olah tubuh. Kelenturan tubuh diperlukan dalam bermain drama, sebab bermain
drama memerlukan gerak-gerik. Gerak-gerik inilah yang nantinya dapat membentuk
postur tubuh kita sedemikian rupa.
f. Berkelompok (Bersosialisasi)
Bermain drama tidak mungkin dilaksanakan sendirian, kecuali monoplay. Bermain
drama, secara umum, dilakukan secara berkelompok atau group. Betapa sulitnya
mengatur kelompok sudah kita pahami bersama, bagaimana kita bisa hidup secara
berkelompok adalah bergantung pada diri kita sendiri.
Masing-masing orang dalam kelompok drama memiliki tugas dan tanggung jawab yang
sama. Tak ada yang lebih dan tak ada yang kurang, semuanya sama rendah dan sama
tinggi, sama-sama penting. Untuk itu, drama selalu menekankan pada sikap
pemahaman kepada orang lain dan lingkungannya.
Kelompok drama harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua unsur dalam
drama tidak ada yang tidak penting, melainkan semuanya penting. Rasa
kebersamaan, memiliki, dan menjaga keharmonisan kelompok merupakan tanggung
jawab dan tugas semua anggota kelompok itu. Bukan hanya tugas dan tanggung
jawab ketua kelompok. Baik buruknya pementasan drama tidak akan dinilai dari
salah seorang anggota kelompok tetapi semua orang yang terlibat dalam
pementasan. Oleh karena itu, perlu adanya kekompakan, kebersamaan, dan kesatuan
serta keutuhan.
g. Menyalurkan hobi
Bermain drama dapat juga dikatakan sebagai penyalur hobi. Hobi yang berkaitan
dengan sastra secara umum dan drama khususnya. Dalam drama terdapat unsur-unsur
sastra. Drama sebagai seni campuran (sastra, tari, arsitektur).
*) mi-penanggalan.blogspoot.co.id
*) Ditulis pada Kamis, 24 Desember 2015
Pengetahuan Materi Dasar Drama dan Teater
4/
5
Oleh
INFORMASI PENDIDIKAN