Aisyah dan Landak
Suatu hari, ketika berpiknik dengan
keluarganya, Aisyah mengundurkan diri sejenak untuk berjalan-jalan sendiri. Ia
menyukai kawasan hijau tempatnya berjalan-jalan. Ketika tengah berkeliling,
dilihatnya sebuah bola tertutup oleh paku-paku besar yang tajam. “Untung saja
aku tidak menginjaknya. Kalau sampai terinjak, paku-paku tajam itu bisa
melukaiku dengan parah,” katanya pada dirinya sendiri. Kemudian, menakjubkan
sekali, bola itu pelahan membuka gulungannya dan berbicara:
“Kamu benar, Aisyah,” kata gulungan
itu. “Aku adalah seekor landak, dan aku bisa melukaimu dengan duri-duri tajamku
biarpun aku tidak menghendakinya.”
“Ada seekor landak di sini!” kata
Aisyah dengan gembira. “Mengapa badanmu tertutup oleh duri-duri tajam seperti
itu?”
“Allah memberiku duri-duri ini untuk
melindungi diri dari musuh-musuhku,” balas landak. “Ketika berada dalam bahaya,
aku bergulung seperti sebuah bola, dan duri-duri ini melindungiku.”
“Aku tahu, beberapa binatang pergi
tidur sepanjang musim dingin. Bagaimana denganmu?” tanya Aisyah pada teman
barunya.
Sang landak mengangguk. “Aku tidak
begitu menyukai udara dingin.. Segera setelah suhu udara musim dingin menurun
di bawah 55 derajat Fahrenheit (13 derajat Celsius), aku pergi tidur. Allah
Yang Maha Kuasa membuatku tetap tertidur sepanjang musim dingin, dan
membangunkan aku ketika musim panas tiba. Tidak mungkin bagiku memikirkan
sendiri betapa beratnya keadaan-keadaan musim dingin, sehingga aku bisa
memutuskan sendiri bahwa lebih baik buatku untuk tidur sementara waktu, supaya
tetap hidup.
Al Quran mengatakan ini:‘Dan di
antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan
usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.’ (Surat ar-Rum:
23).”
“Kamu lihat,” landak itu
melanjutkan, “seperti semua makhluk hidup lainnya, Allah memberitahu kami kapan
waktu paling baik untuk mencari makan.”
Aisyah berpikir sejenak. “Dalam
sebuah film dokumenter, aku melihatmu bertarung tanpa kenal takut melawan
seekor singa besar. Kok bisa kamu tidak takut pada singa?”
Temannya menjawab, “Karena duri-duri
di tubuhku ini, yang telah diberikan Allah sebagai rahmat. Sehingga membuat
diriku berani melawan bahkan musuh-musuhku yang paling berbahaya. Ketika seekor
singa menyerang, pertama-tama aku melarikan diri dengan cepat. Lalu, aku
tiba-tiba berhenti di tempat yang tepat, menaikkan sedikit bagian belakang
tubuhku, dan menunjukkan duri-duriku di sana. Jika singa mencoba menangkapku
dengan gigi-giginya, duriku akan menusuk mulut dan pipinya, membuat luka yang
tidak dapat disembuhkan.”
“Pelahan-lahan, hal itu membuat
singa tak bisa makan apa-apa. Akhirnya, ia mati. Tentu saja, ini semua berasal
dari kecerdikan dan teknik berkelahi yang telah dianugerahkan Allah pada kami.
Ialah yang menciptakan aku, dan memberiku ciri-ciri terbaik untukku agar bisa
tetap hidup.”
“Kamu benar, saudara landak,” Aisyah
menyetujui, ketika ia memperhatikan duri-duri landak lebih cermat lagi.
“Setiap kali kuperhatikan binatang,
dan keragaman ciptaan Allah, itu membantuku melihat kebesaran Allah dan
keajaiban penciptaanNya. Terimakasih untuk obrolan yang menyenangkan ini,” kata
Aisyah, sambil kembali bergabung dengan keluarganya sebelum mereka bertanya-tanya
ke mana ia pergi.
“Selamat jalan, temanku,” seru
landak itu.
Cerita Pendek Anak Unik, Lucu Aisyah dan Landak
4/
5
Oleh
INFORMASI PENDIDIKAN