Makalah Seminar
TEKNIK BERCERITA UNTUK ANAK USIA DINI
Ada suatu
ungkapan ”Seorang Guru yang tidak bisa bercerita, ibarat orang yang
hidup tanpa kepala”. Betapa tidak, bagi para pengasuh anak-anak (guru, tutor)
keahian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang wajib dikuasai. Melalui
metode bercerita inilah para pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan
menanamkan nilai budi pekerti luhur secara efektif, dan anak-anak menerimanya
dengan senang hati. Pada saat ini begitu banyak cerita yang tersebar, namun
masih jarang tulisan dari para praktisi ahli cerita, yang mampu mengarahkan
secara khusus untuk ditujukan kepada anak-anak usia dini, sehingga penceritaan
yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model cerita yang secara khusus
didasarkan pada material kurikulum pengajaran di TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku.
Padahal panduan praktis semacam ini sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik di
seluruh Nusantara. Pada umumnya mereka masih terbatas pengetahuannya tentang
metode bercerita. Tulisan ini kami susun dengan maksud agar menjadi salah satu
bahan pengayaan ketrampilan mendidik anak, bagi para pendidik anak usia dini
dalam kegiatan kepengasuhan yang mereka lakukan .
PENDAHULUAN
konon, Di Inggris pernah
diadakan penyebaran angket kepada orang-orang dewasa. Kepada mereka ditanyakan
pada saat apa mereka benar-benar merasa bahagia di masa kanak-kanak dulu.
Jawaban mereka : “Pada saat orang tua mereka membacakan buku atau Cerita”
Apabila pertanyaan yang sama diajukan kepada orang-orang dewasa di Indonesia,
kiranya jawaban tak akan jauh berbeda. Bahkan, khusus mengenai cerita, sampai
orang dewasapun masih tetap menggemarinya. Tengoklah obrolan kita juga akan
semakin ‘renyah’ bila kita saling bercerita dengan penuh semangat. Cerita
memang ‘gurih’. Semua orang tak pandang usia, menyukainya. Bercerita adalah
metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Bahkan
dalam teks kitab sucipun banyak berisi cerita-cerita. Tuhan mendidik jiwa
manusia menuju keimanan dan kebersihan rohani, dengan mengajak manusia berfikir
dan merenung, menghayati dan meresapi pesan-pesan moral yang terdapat dalam
kitab suci, Beliau mengetahui akan jiwa manusia, mengetuk hati manusia antara
lain dengan cerita-cerita. Karena metode ini sangat efektif untuk mempengaruhi
jiwa anak-anak.
Mengapa metode cerita
ini efektif ? jawabannya tidak sulit. Pertama, cerita pada umumnya lebih
berkesan daripada nasehat murni, sehingga pada umumnya cerita terekam jauh
lebih kuat dalam memori manusia. Cerita-cerita yang kita dengar dimasa kecil
masih bisa kita ingat secara utuh selama berpuluh-puluh tahun kemudian. Kedua,
melalui cerita manuasi diajar untuk mengambil hikmah tanpa merasa digurui.
Memang harus diakui, sering kali hati kita tidak merasa nyaman bila harus
diceramahi dengan segerobak nasehat yang berkepanjangan.
Pengertian Cerita,
Dongeng dan Metode Bercerita
Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan,
baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). Kata Dongeng
berarti cerita rekaan/tidak nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda
mati), sage (cerita petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul),
mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana,
saur sepuh, tutr tinular). Jadi kesimpulannya adalah “Dongeng adalah cerita,
namun cerita belum tentu dongeng”. Metode Bercerita berarti penyampaian
cerita dengan cara bertutur. Yang membedakan anatara bercerita dengan metode
penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya.
Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih
menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan
syair, sandiwara yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya,
atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya
metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan
aspek teknis yang lainnya.
Manfaat Cerita
Menurut para ahli
pendidikan bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang amat
penting, yaitu: (1) Membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak
(2) Media penyampai pesan/nilai mora dan agama yang efektif (3) Pendidikan
imajinasi/fantasi (4) Menyalurkan dan mengembangkan emosi (5) Membantu proses
peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita (6)Memberikan dan memperkaya
pengalaman batin (7) Sarana Hiburan dan penarik perhatian (8) Menggugah minat
baca (9) Sarana membangun watak mulia
BERCERITA UNTUK ANAK
USIA DINI
Sebelum bercerita,
pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang cerita apa yang hendak
disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan karakteristik anak-anak usia
dini. Agar dapat bercerita dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan materi
ceritanya. dan emilihan cerita antara lain ditentukan oleh :
1. Pemilihan Tema dan
judul yang tepat Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia
anak? Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan
bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis,
aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-hal yang
menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya; a. sampai ada usia 4
tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor, seperti: Si wortel, Tomat yang
Hebat, Anak ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal
tersesat di hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang
menyeramkan dan sebagainya. b. Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng
jenaka, tokoh pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan
ke planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya c. Pada usia 8-12 tahun,
anak-anak menyukai dongeng petualangan fantastis rasional (sage), seperti:
Persahabatan si Pintar dan si Pikun, Karni Juara menyanyi dan sebagainya
2. Waktu Penyajian
Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan
daya tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut; a.
Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit b. Usia 4-8 tahun, waktu
cerita hingga 10 -15 menit c. Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit
Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang, apabila
tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh penampilan pencerita
yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
3. Suasana (situasi dan
kondisi) Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan
berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang
tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program
sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik
dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan
suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan
satu atau beberapa cerita untuk segala suasana.
PRAKTEK BERCERITA
1. Teknik Bercerita:
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal,
olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus
pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi
harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus
dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2)
Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan
(acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim (6)
Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu,
permainan, musik, dan sebagainya.
2. Mengkondisikan anak :
Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus
diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya dengan
cara-cara sebagai berikut:
a. Aneka tepuk: seperti
tepuk satu-dua, tepuk tenang, anak sholeh dan lain-lain. Contoh; Jika aku
(tepuk 3x) sudah duduk (tepuk 3x) maka aku (tepuk 3x) harus tenang (tepuk 3x)
sst…sst..sst…
b. Simulasi kunci mulut:
Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian
seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan kunci
tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku
c. “Lomba duduk tenang”,
Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama berlangsungnya
cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila cara
pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya
dengan sungguh-sungguh pula.
d. Tata tertib cerita,
sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan cerita,
misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari cerita,
tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul
meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas
yang mengganggu jalannya cerita
e. Ikrar, Pendidik
mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh:
Ikrar..!
Selama cerita, Kami
berjanji
1. Tidak akan
berjalan-jalan
2. Tidak akan menebak
dan komentari cerita
3. Tidak akan mengobrol
4. Tidak akan membuat
gaduh
f. Siapkan hadiah!,
secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah akan mendorong untuk anak-anak
untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain dan
berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan,
binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada
anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita,
seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
3. Teknik membuka Cerita
”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat yang
mengingatkan kita pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini mengingatkan
pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah.
Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat
menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang
kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan:
a. Pernyataan kesiapan :
“Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan
seterusnya.
b. Potongan cerita:
“Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah
banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?”
c. Sinopsis (ringkasan
cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah cerita tentang
“seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa
perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan
bersama-sama !
d. Munculkan Tokoh dan
Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama
adalah seorang anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya
Adiba, yang kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad,
badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat
keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga
seorang guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
e. Pijakan (setting)
tempat “Di sebuah desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di tengah Hutan…”
“Ada sebuah kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
f. Pijakan (setting)
waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram …” ”Tahun 2045
terjadi sebuah tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu hari…” dan
lain-lain.
g. Ekspresi emosi:
Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain.
h. Musik & Nyanyian
“Di sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau
ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat
pembuka sebuah cerita.
i. Suara tak Lazim atau
”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam
suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug, tembakan dan
lain-lain.
4. Menutup Cerita dan
Evaluasi dapat dilakulkan dengan:
a. Tanya jawab seputar
nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.
b. Doa khusus memohon
terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar
diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c. Janji untuk berubah;
Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku
tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d. Nyanyian yang selaras
dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional
e. Menggambar salah satu
adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat baik
untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
5. Penanganan Keadaan
Darurat Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita,
pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk
mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik
(tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
a. Anak menebak cerita.
Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita
b. Anak mencari
perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan
teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak
mengulanginya.
c. Anak mencari
kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering
melakukan kontak mata dengan hangat.
d. Anak gelisah.
Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak
mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas bersama
seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e. Anak menunjukkan ke
tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak tersebut dengan hangat
”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”
f. Anak-anak kurang
kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun
yel-yel.
g. Kurang taat pada
aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh
tata tertib kelas.
h. Anak protes minta
ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini, cerita
yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i. Anak menangis.
Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j. Anak berkelahi.
Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk menyelesaikan
masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita
k. Ada tamu. Penanganan:
Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian cerita diringkas
untuk mempercepat penyelesaiannya Suasana cerita sangat ditentukan oleh
ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik
dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering
muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan
dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.
6. Media dan Alat
bercerita Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita dapat disampaikan dengan
alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story). Sedangkan bercerita
dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh
langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang dsb).
Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih
variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng secara langsung, panggung
boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita dan
sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak menjemukan.
PENUTUP
Untuk dapat menguasai
aspek-aspek keterampilan teknis dari penyajian cerita diatas, tentu membutuhkan
persiapan yang matang. Selain itu, kemampuan dalam bercerita agar dapat
memunculkan berbagai unsur diatas, dan tersaji secara padu, hanya dapat
dikuasai dengan pengalaman dan latihan-latihan yang tekun. Bercerita memang
salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Sebagai sebuah keterampilan,
penguasaannya tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya secara teoritik saja.
Yang lebih penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan dalam mencobanya
secara langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu yang rutin sangat
dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis bercerita hanya dapat dikembangkan
melalui latihan dan pengalaman praktek bercerita. Akhirnya….SELAMAT
BERCERITA!
MAKALAH TEKNIK BERCERITA UNTUK ANAK USIA DINI
4/
5
Oleh
INFORMASI PENDIDIKAN